Selasa, 21 Oktober 2014

Catatan Seorang Abang

sudah lama rasanya aku  tidak menulis tentang kehidupan sehari-hari yang kadang membosankan kadang juga menyenangkan. Tahun ini aku mengikuti kompetisi abang none di wilayah Jakarta barat. walaupun tidak tampil sebagai pemenang namun aku cukup puas belajar banyak hal dalam komunitas ini. Memang selain membutuhkan fisik yang menarik seorang duta pariwisata juga harus memiliki knowledge dan impresi yang bagus. Tidak hanya itu, effort yang dikeluarkan juga haruslah maksimal jika ingin memenangkan kompetisi ini.Sebagai mahasiswa yang hidup di garis subsisten aku memang menghadapi persoalan tersendiri dalam hal finansial dibanding kontestan lain.

Fake it to Make it adalah selogan yang diajarkan seniorku saat karantina di Walikota. Disini kita diajarkan untuk terus memberikan ekspresi senang dengan terus tersenyum, walaupun sekacau apapun emosi kita saat itu. Bagi ku tidak ada masalah soal itu, hanya saja memang seyum yang ku miliki cukup aneh atau aku lebih suka menyebutnya unik. Jadi habislah aku dikomentari para senior pada saat karantina. Setulus apapun senyum yg ku berikan pasti akan terlihat sinis. Pelajaran moral disini adalah berusahalah untuk tetap terlihat baik everything just fine walaupun sejengkel apapun kita kepada orang lain atau keadaan sekitar.

Kemengan disini bukan lah segalanya, karena justru aku banyak melihat potensi lebih besat pada teman-teman yang hanya memegang predikat sebagai finalis. Aku sangat bangga dengan kebesaran hati mereka, tidak sedikit waktu, tenaga, pikiran dan uang yang mereka keluarkan untuk terus hadir disana. Kemudian banyak aspek politis dalam penjurian, aku kira ini bukan lagi rahasia umum di dunia peagent. Bahkan beberapa pemenang adalah orang yang tidak bisa public speaking. Aku kira mereka terlalu naif karena banyak konsestan yang lebih layak untuk maju ke babak berikutnya yaitu di tingkat Provinsi DKI.

Namun aku bersyukur karena telah masuk 15 besar dan saat ini banyak Job yang bisa diambil. Tentu ini opportunity lain sehingga bisa dapat mengenal orang-orang baru dan juga banyak pengalaman.
Naiknya Jokowi menjadi Presiden juga membawa animo baru dalam komunitas ini. Jumat kemarin saat Jowoki meninggalkan gedung Balaikota sebenarnya kepala dinas pariwisata ingin mengadakan perayaan kecil-kecilan, namun pak Joko menolak, saat aku kembali pulang aku lihat segerombolan orang FPI yang sedang mendemo menolak kenaikan Ahok sebagai Gubernur. Aku mendengarkan sebentar orator mereka, lucu sekali kedengarannya karena isinya sangat provokatif dan SARA. mereka sangat enggan menerima Ahok cina naik sebagai pemimpin, mereka menuding orang-orang Cina sebagai mafia ekonomi telah dibekingi oleh pemerintah. Kemudian aku pulang melalui pintu gerbang samping DPRD.

Hari senin aku kedapatan kembali bertugas sebagai perwakilan kostum adat Sumatera Utara dari 34 provinsi di Indonesia yang artinya 34 pasang abnon bertugas. Pesta yang dinamakan pesta rakyat ini benar-benar ramai sekali, antusiasme mayrakat terhadap figur Jokowi rasanya terlalu berlebihan. Tapi ini aku sadari karena memang karakteristik masyarakat Indonesia dan kondisi sosial saat ini yang membutuhkan figur dengan kepemimpinan merakyat sangat didambakan. Sehingga harapan ini harusnya dapat membuat Jokowi - JK merealisasikan pembangunan yang meningkatkan kehidupan manusia Indonesia. Semoga saja Index Gini di Indonesia dapat ditekan, seperti kita tahu telah terjadi pertumbuhan yang tidak seimbang dari pendapatan rumah tangga di Indonesia. Pertumbuhan pendapatan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah jauh lebih rendah dari rata-rata. Sehingga apabila dia mengusung semua atas nama rakyat, pertanggung jawaban ini lah yang esok hari kita pertanyakan.

Harapan besar menanti Indonesia 5 tahun kedepan, masyarakat Indonesia khususnya Jakarta memiliki segudang permasalahan yang kompleks sebagai urban society. Proses menuju masyarakat urban yang ideal masih jauh dari realitas yang ada. dan yang terpenting adalah harapan itu sendiri sebagai pemuda tentu harus optimis.