Rabu, 19 September 2012

Jakarta Dalam Perspektif Humaniora

Bismillahirrahmanirrahim ..

Sore tadi , aku sedang menjalani kelas yang membosankan karena dosen yang terus menerus berbicara monolog perihal hubungan pengaruh masa kolonial dengan perubahan struktur administrasi wilayah di Nusantara. Bahkan aku nyaris tertidur dengan lelap , inilah mengapa aku selalu mengkiritisi metode para pengajar yang tidak efektif . pukul menunjukan 3 sore , akhirnya dosen menutup kelas dan menyuruh mahasiswa untuk membaca sendiri buku-buku terkait .

Sore tadi , aku bertaggung jawab atas acara diskusi publik yang dilaksanakan di FIB UI , diskusi ini secara garis besar membicarakan nasib IbuKota Indonesia , utamanya karena esok hari akan ada Pilkada Jakarta yang telah menyisakan dua kandidat yaitu Jokowi-Basuki dan Foke-Nara . Memang persiapan yang kami lakukan terbilang cepat , aku dan teman-teman Kastrat BEM FIB sebisa mungkin mempublikasikan bahwa ada issue menarik yang akan dibahas di gedung 9 sore tadi , namun nampaknya antusiasme warga FIB masih kurang sama seperti diskusi publik pertama yang kami adakan beberapa bulan yang lalu , pembicara dalam diskusi kali ini adalah Bpk Bondan Kanumuyoso biasa disapa mas Bondan  yang tak lain adalah dosen ku sendiri dalam beberapa mata kuliah sejarah , yang selalu membuat inspirasi di dalam setiap kali kelasnya. Dan pembicara kedua adalah kak Nila Rahma , seorang mahasiswa senior angkatan 2007 yang concern dalam penilitian kebudayaan Jakarta.

Siang itu dijadwalkan acara di mulai jam 15.30 , namun yang baru datang hanya panitia dan Mas Bondan namun 10 menit berselang dengan beberapa orang kami mulai acara diskusi tersebut , setelah moderator (Ipul kadep Kastrat) membuka acara , Mas Bondan dipersilahkan untuk memulai pembicaraan . Mas Bondan dengan tenang mengatakan bahwa ekspektasinya mahasiswa yang hadir dalam diskusi akan banyak , namun nampaknya antusiasme mahasiswa terkait pemilukada ini nampaknya kurang diminati sebagai pembelajaran. Tentunya hal ini menggambarkan sebagian besar orang-orang di Jakarta juga banyak yang mengabaikan pesta demokrasi Ibukota dewasa ini . Padahal hal ini sangat penting untuk menjadi perhatian karena menyangkut nasib kota Jakarta dan masyarakatnya itu sendiri .

Mas Bondan mula-mula membahas sejarah kota Jakarta sejak zaman kolonial hingga kemerdekaan yang sejatinya kota Batavia itu adalah pusat perdagangan rempah-rempah di Pulau Jawa , bagaimana tidak di sebelah barat dan timurnya adalah penghasil lada , cengkeh dan kayu manis yang sangat laris dipasaran eropa. Dan terbentuklah sebuah kota pusat ekonomi dan administratif kolonial berdasarkan lokasi yang strategis yaitu jalur pelayaran laut yang mudah mengakomodasi perdagangan kala itu .


Batavia pada awal abad ke - 17
Selanjutnya pada masa Orde Lama , Soekarno membangun monumen dan bangunan yang bercirikan Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia , seperti kita ketahui Soekarno membangun Monas , patung selamat datang dan Senayan dengan Ganefonya kala itu sebagai tandingan Olimpiade dunia . Kemudian Soekarno jatuh , digantikan Soeharto yang mencoba mendekonstruksi menghilangkan semua gambaran-gambaran tentang Soekarno , dia mencoba menciptakan Indonesia yang baru , yang bukan lagi bercirikan persatuan , rasa cinta tanah air dan bangsa ,tapi simbolisasinya adalah pembangunan yang artinya adalah modernisasi dan ini terwujud bukan lagi sebagai monumen dan jalan , tetapi gedung-gedung , bangunan - bangunan infrastruktur dan pusat-pusat perbelanjaan , saat itu terjadi perubahan fungsi Kota Jakarta yang tadinya sebagai kota yang bercirikan persatuan nasional menjadi kota yang bercorak konsumtif (simbol modernisasi).

belum banyak gedung tinggi di sepanjang jalan Semanggi tahun 1992

  

Kemudian mas Bondan juga membahas Issu panas belakangan hari yang mencuat dari kedua Kandidat tersebut , disatu sisi membicarakan Program kerja yang akan digarap tentunya lazim saja dalam kampanye , namun yang miris adalah ketika issu-issu yang diangkat oleh kandidat tersebut adalah Issu SARA yang menyerang kandidat lain , dan parahnya sebagian warga Jakarta malah termakan oleh issu yang tidak baik ini. Karena seperti kita ketahui bahwa Kota Jakarta tumbuh dan menua tidak hanya oleh satu kalangan atau etnis tertentu saja , namun sejak dahulu kala semua pendatang beramai-ramai datang ke Jakarta dari berbagai latar belakang etnis dan agama .
Menurut Mas Bondan , issu ini sangat tidak relevan terhadap perubahan atau perbaikan Kota Jakarta . Membahas masalah suku , ras dan agama tidak ada hubungannya dengan perbaikan Indonesia , yang lebih relevan adalah program yang mereka bawa. Dan kita harus mempertimbangkan berdasarkan program serta kinerja mereka selama ini , kita tahu bahwa janji-janji kampanye mereka harus dipertanggungjawabkan kemudian hari dan tentunya dapat menjawab permasalahan warga Jakarta 5 tahun ke depan .
Setalah mas Bondan menutup pembicaraannya , kemudian kak Nila mengisi diskusi dengan membuka pembicaraan menyangkut dengan budaya Jakarta dewasa ini , kak Nila membandingkan pola peremajaan budaya Jakarta yang ada sekarang ini dengan Kebudayaan yang ada di Solo berdasarkan pengamatan dan penelitiannya selama ini , di Solo budaya dan seniman disana di kemas secara konsep yang menarik dan variatif seperti dalam pameran , festival dan acara-acara malam yang sangat baik , hal ini tidak terlepas dari peran serta pemerintah setempat dalam mengakomodasi berbagai acara itu seperti Festival Batik dan acara pekanan di Solo yang sukses meraih perhatian dari berbagai pendatang dan turis , hal sebaliknya terjadi di Jakarta , dimana masyarakat tidak melihat kebudayaan asli Jakarta seperti lenong sebagai sesuatu yang memiliki nilai estetika yang tinggi . Bahkan masyarakat lebih senang dalam melihat pertunjukan konser musik dangdut dan semacamnya .

Namun yang lebih penting bagi kak Nila budaya tidak melulu membicarakan masalah seni , tapi juga mental dan moral orang di dalamnya , kak Nila melihat masyarakat Jakarta sebagai masyarakat yang konsumtif serta melihat prestise sebagai pertimbangan dalam menentukan kesukaan , kak Nila berpendapat bahwa masyarakat Jakarta lebih suka sesuatu yang lebih mahal untuk dibeli dibanding yang murah namun berkualitas.

-------------------------------------
Sepanjang diskusi publik ini mahasiswa yang hadir sangat antusias dan hikmat dalam mendengarkan pemaparan dari  para pembicara , karena gagasan -gagasan yang terbangun ini sangat menginspirasi . 
saat ini aku hanya bisa menuliskan sedikit dari isi pembicaraan sore tadi apabila ada waktu segera aku tambahkan sisa-sisa ingatan di sore tadi untuk bisa di share disini .  Semoga kita tidak salah lagi dalam memilih pemimpin dan pemimpin pun harus merefleksikan apa yang telah dia janjikan untuk rakyatnya .

Hidup Mahasiswa ...
Hidup Rakyat Indonesia...
selamat malam menuju pagi
fahmy . 20/09/2012 2:15 AM
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar