Rabu, 22 Mei 2013

Book , Love and Party

Pastinya 3 kata ini tidak asing bagi mahasiswa/i UI. Ketiga hal ini seperti memiliki kolerasi yang sangat erat satu sama lain demi mengisi kehidupan selama kurang lebih 4 tahun sebagai seorang intelektual muda yang sedang bergejolak hasrat dan semangatnya. Kali ini saya akan menulis hal-hal ini yang saya rasakan belakangan ini.

Tahun ini adalah tahun relaksasi bagi saya , karena secara struktural terlepas dari beberapa organisasi formal yang mengikat dimana saya memiki tanggung jawab atas program kerja. Saat ini saya jadi seperti mahasiswa semi-pengangguran, sebentar lagi saya menjadi mahasiswa tua yang akan lebih disibukkan dengan berbagai penelitian dan kemudian menjadi sarjana muda yang belum jelas arah hidupnya, (hampir semua sejarahwan pasti mengalami fase ini). Beberapa bulan  ini memang banyak sekali kawan yang menanyakan kegiatan saya. "aktif dimana sekarang my?","lanjut di BEM my?", kebanyakan hanya saya jawab saya hanya sibuk kuliah atau menjadi mahasiswa independen sementara waktu. 

 Walaupun dalam beberapa acara saya masih sering diundang dan diajak terlibat. Saya juga mengajar siswa SMA kelas 3 di rumah pintar setiap kamis, dua minggu sekali, tapi hal itu tidak banyak menyita waktu saya. Belakangan ini saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk sekedar baca buku di depan danau , lari pagi/sore, berdiskusi dengan beberapa teman sepulang kuliah. Malahan beberapa hari ini saya lebih sering menghabiskan waktu sendiri tidak seperti tahun kemarin yang penuh dengan kegiatan bersama orang-orang baru yang saya kenal melalui organisasi dan acara.

Memang mata kuliah semester ini sangat menarik dan saya sukai, tapi berlalu begitu saja selepas perkuliahan. Kurangnya suasana diskusi bagi mahasiswa selain di kelas, mebuat terkadang malah saya lebih tertarik untuk bercakap-cakap dengan dosen yang bersangkutan selesai kelas, karena ketertarikan saya dengan beberapa penelitian. Tapi terkadang saya bosan sendiri menyimpan masalah ini sendirian, saya juga butuh seorang teman untuk berdiskusi di luar kelas. Beruntung beberapa hari yang lalu saya mengikuti lomba debat dalam bahasa inggris dadakan karena diajak oleh teman saya demi menggantikan posisi teman saya yang lain untuk mewakili sejarah , sayang kita hanya bisa tertahan di delapan besar. Tapi saya menjadi tahu bagaimana debat yang baik dalam sebuah forum dan tentunya memperbaiki bahasa saya.

Baik pergaulan di kampus maupun di luar lingkup kampus, beberapa teman seolah sibuk sendiri dengan dunia mereka , ada yang sibuk dengan proyek, sibuk nongkrong sana-sini dan beberapa memilih untuk sibuk menghabiskan waktunya dengan pacarnya. Menjadi ironis memang ketika kita banyak memiliki teman namun lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Kemudian tak sedikit teman yang menyarankan saya untuk segera memiliki wanita maksudnya segera memiliki pacar agar tidak terlalu kesepian katanya. Terkadang saya tertawa sendiri kalau disarankan seperti itu. 

Butuhkah saya seorang pacar ?

Pertanyaan ini sangat menganggu jika terus dipikirkan, Kalaupun saya butuh seorang teman wanita , saya sudah banyak sekali memiliki teman wanita , tapi pertanyaan selanjutnya adalah " teman wanita spesial ?" , saya jawab "banyak teman wanita saya yang spesial bagi saya?". Namun yang mereka maksud adalah satu teman lawan jenis yang intim, biasa kita menyebutnya seorang pacar atau kekasih atau GF (girlfriend). Saya kira dalam masalah ini saya banyak melihat masa lalu saya sebagai guide line langkah saya selanjutnya. Saya sering dinilai orang yang terlalu banyak pertimbangan dalam hal ini, ya memang begitu adanya. Saya kira permasalahan ini bukan sekedar untuk bersenang-senang saja sehabis itu dilepaskan dan dilupakan. Terlepas dari itu masalah lain adalah ketidak cocokan dalam beberapa keriteria , bagaimana seorang wanita yang hendak saya kencani sering kali tidak bisa memahami pemikiran saya atau sebaliknya. Mungkin bagi saya sulit sekali untuk cross path dengan perempuan yang memiliki passion dan pemikirannya yang sama. 

Menjadi sesuatu yang dilematis ketika memang di  zaman yang seperti ini dimana orang yang justru tidak memiliki pacar dipandang sebelah mata atau biasa dibilang tidak laku. Padahal itu sama sekali tidak benar. Banyak saya lihat mahasiswa yang jauh lebih berprestasi karena mereka menyibukan diri dengan banyak kegiatan positif , tidak hanya itu terkadang paradigma pacaran itu sendiri yang menjadi paradoks. 

Terkadang saya memiliki pikiran buruk atas karakter perempuan saat ini ,seperti mereka hanya mencari keuntungan atas suatu hubungan, hal ini akibat dari banyaknya wanita yang mencari lelaki yang mapan saja, tak perduli seberapa baik dan seberapa pintar lelaki itu. Demi memenuhi kebutuhan konsumtifnya yang semakin beragam , tak heran bila banyak ayam kampus dan mahasiswi simpanan politikus saat ini. Begitupun dengan perempuan-perempuan baik yang saya kenal , tak sampai hati saya kalau harus menyakiti mereka misalnya.

Dari beberapa teman yang saya kenal , saya melihat banyak sekali fenomena. Ada yang merasa memiliki teman spesial adalah sebuah kebutuhan primer bagi dirinya , dan ada yang sangat menutup dari hal itu. Kalau  saya pribadi lebih kepada take it easy. Saya melihat hal ini lebih kepada dengan siapa kita hendak memiliki hubungan serius , karena bagi saya memiliki pacar berarti kita memiliki tanggung jawab sosial yang lebih, dimana kita tidak hanya mengembangkan diri kita, tetapi juga kepada pasangan kita. Saya kira sebuah hubungan yang baik harus dilandasi dengan sebuah niat yang baik juga. Kalau pacaran hanya sebatas pemenuhan atas status atau hasrat belaka maka bisa dipastikan hubungan itu tidak akan bertahan lama dan akhirnya hanya akan melukai satu sama lain. Hal ini sangat terbukti kepada teman saya yang memiliki pacar dengan orientasi hanya sekedar untuk pemenuhan kebutuhan fisik misalnya, saya melihat hal ini seperti pasangan pesakitan dan menghilangkan esensi romantisme dari hubungan itu sendiri.

Tidak sedikit teman yang menyarankan "bersenang-senang lah dulu my , mumpung masih muda kita cobain dulu biar nanti elo kalo udah merried kaga penasaran lagi" atau "cewek zaman sekarang mah my gampang lah , masa gue aja bisa lo gak bisa sih , jangan kelamaan jomblo lah lo" ya kira-kira seperti itu atau beberapa teman yang mikir kalau setiap kali saya jalan dengan teman lawan jenis selalu dikira sebagai teman kencan saya, dan saya selalu gonta-ganti pasangan. Saya rasa sempit sekali jika kita terus berfikir seperti ini ,dan menanggapi gosip itu. Padahal hidup jauh lebih menarik dari sekedar hal itu.

 Di satu sisi sebagai seorang pemuda normal di abad 21 ini saya tidak munafik dengan memungkiri adanya kebutuhan fisik dan hasrat biologis dalam diri saya, namun saya kira terlalu jahat apabila semua itu menjadi orientasi saya dalam membangun sebuah hubungan perkenalan yang berlanjut menjadi suatu hubungan lebih lanjut. Dan juga terlalu mainstream bagi saya kalau saya harus ikut kearus pergaulan bebas yang berkedok pacar dewasa ini. Entah mengapa hal ini lama-kelamaan menjadi paradoks dalam hidup saya.

 The tragic of life apabila ketika saya memiliki suatu hubungan namun malah menjadi hambatan bagi saya, sebagaimana hubungan yang sudah-sudah sering kali menjadi batasan bagi saya dalam mengembangkan diri. Saya memang terkadang memikirkan perempuan yang ideal menurut saya yang seperti apa , tapi saya kira itu mungkin tidak akan saya temukan cuma-cuma.  Memang sulit menemukan wanita yang ideal dalam porsi saya ini. Tentunya selain fisik yang ideal , dia tentunya memiliki pemikiran yang ideal juga bagi saya , mungkin wanita yang seperti itu hanya bisa saya temui apabila saya sudah mencapai pada suatu level yang sama dimana saya sudah mengembangkan diri saya jauh dari apa yang ada saat ini atau juga mungkin tidak saya temui dalam kehidupan ini , saya tak mau ambil pusing dan lebih mempasrahkan diri saja saya kira itu lebih baik daripada kita menjadi depresi dengan segala fenomena hidup. 


1 komentar:

  1. A1 - Thauberbet - South Africa dafabet dafabet 10bet 10bet 556Slots of Chance Casino: Best Online Slots & Best Live

    BalasHapus