Rabu, 09 November 2016

Kedewasaan dalam Berdemokrasi


Saya kira apa yang terjadi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Amerika belakangan ini, Nyatanya negara yang kita anggap sudah dewasa dalam berdemokrasi itu juga seperti anak-anak yang sedang menjagokan superhero-nya. Terjadi aksi besar-besaran di sebagian wilayah AS hari ini setelah Trump resmi memenangkan pilpres. Tak sedikit masyarakat terutama mahasiswa AS yang menolak Trump. Harusnya perbedaan pandangan politik dianggap wajar dan tidak akan sampai membuat gaduh masyarakat yang katanya sudah civilized itu.



Hari ini pula dunia pun dibikin heran dengan kemenangan Trump yang dinilai nekat, rasis, dan konservatif. Berbeda dengan Hillary yang dianggap moderat, toleran dan cakap selama belasan tahun bermain di white house. Namun tampaknya masyarakat AS sedang risau juga dengan partai pemerintah terdahulu, yang mungkin dinilai terlalu asyik di zona nyaman sehingga tidak mawas terhadap dinamika dunia yang semakin bergejolak (rising of china, ISIS, dll). Disisi lain sebagian masyarakat (pendukung demokrat) sedang asyik menikmati kedamaian setelah rezim pemerintahan Bush. Bisa diamati bahwa kemenangan D. Trump ini sedikit banyak menunjukan bahwa masyarakat Amerika saat ini cenderung butuh sosok yang pandai beretorika dan progresif, bisa pula masyarakat jenuh dengan dua periode partai demokrat kemarin yang biasa-biasa saja. Walaupun pilihan itu mungkin nantinya berpotensi sebagai sekat-sekat horisontal di masyarakat AS, dan tidak menutup kemungkinan politik aphatheid berjalan seperti berabad silam.

Sebagai penutup saya melihat bahwa dalam berdemokrasi, dimana suara mayoritas adalah suara Tuhan, disana pula ada suatu harga yang harus di bayar dengan kekecewaan yang mendalam bagi pihak lainnya. Karena di dunia ini keadilan adalah semu, dan tergantung sejauh mana kita memaknainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar